Senin, 23 Mei 2011

Antara Thulul ‘Amal (Panjang Angan-Angan) Dan Qishorul Amal

Al-‘Amal berarti Ar-Roja’ (harapan) yang masih jauh dari bentuk keberhasilan, dengan ini Al-‘Amal bisa dikatakan dengan angan-angan. Bicara masa depan tidak akan pernah terlepas dari pada angan-angan dan harapan, karena keduanya seseorang mempunyai motivasi dan semangat hidup yang kuat, walau kegagalan demi kegagalan telah sering dirasakan, kapan toko yang diharap-harapkan merugi atau bahkan bangkrut. Keterbatasan bukanlah penghalang untuk menjadi orang yang yang maju dan sukses dengan bekal semangat itu, asalkan memahami bahwa kegagalan itu adalah jalan menuju sukses sebelum menuju sukses yang sesungguhnya. Dengan adanya kegagalan seseorang akan belajar intropeksi dan mengevaluasi pekerjaannya yang telah lalu. Kekuatan, harta-benda, rizki dan bermacam-macam kenikmatan hanyalah dari Allah semata, berperasangka bahwa kekayaan dan kenikmatan yang diraih adalah murni hasil jerih payah merupakan salah satu bentuk ketidakfahamannya akan konsep rizki, kalau memang kesuksesan yang diraih adalah murni hasil jerih payah, kenapa orang yang lebih payah dan lebih berat pekerjaannya kok diantara mereka ada yang lebih terpuruk dari pada yang tidak payah, dan harta seseorang yang pekerjaannya sama hasilnya berbeda? Sama-sama pegawai negeri, sama-sama dibidang matematika, dan sama-sama ngajar di SD hasilnya kok berbeda? Inilah realitas hidup dan bukti bahwa kerja bukanlah jaminan tapi hanya bersifat perantara, bahkan kita melihat ada seseorang yang pekerjaannya hanya mengumpulkan kaleng bekas ternyata bisa jadi jutawan dan menjadi seorang pengusaha besi tua yang sukses, kita juga tau tidak semua pengusaha besi tua itu kaya. Begitulah sunnatullah tentang rizki dan kenikmatan yang semuanya hanya dari Allah SWT, kepada siapa, berapa banyak dan kapan rizki itu akan diberikan.
Satu catatan penting bahwa angan-angan dan harapan yang merupakan motivasi hidup, tidak sampai melalaikan seseorang itu kepada Allah SWT, alangkah ruginya seseorang yang lalai dan lupa akan akhirat karena dia hanya akan bahagia di dunianya saja, tapi tidak di akhiratnya – Naudzubillah Min Dzalik –. Perlu ada  penegasan bahwa manusia hidup di dunia memang sangat tergantung terhadap dunia itu sendiri terkait kehidupannya sehari-hari, akan tetapi agar tidak termasuk dari orang yang rugi islam sudah memberikan, mengajarkan dan menentukan aturan-aturan dan batasan-batasannya, ingatlah segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin Bifadlillah Wabirahmatihi (dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya).
Thulul ‘Amal adalah merasa panjang dan masih lama ia hidup di dunia sehingga melupakan kematian, kemudian mengambil tindakan total terhadap dunia, para Ulama’ zaman dahulu (Salaf) berkata: “Orang yang panjang rasa hidupnya di dunia maka jelek amalnya”, karena Thulul ‘amal membawa manusia bersemangat terhadap tipu daya gemerlap dunia, berusaha untuk memakmurkan harta bendanya, menjadikan siang dan malamnya tempat berfikir untuk kehidupan duniawi, baginya perkara dunia akan menjadi sangat penting dan harus cepat diselesaikan sedangkan perkara akhirat adalah hal yang remeh dan dilupakan, hingga akhirnya tidak pernah terlintas bahwa ia akan mati, seakan-akan ajal ada dikekuasaannya mau mati kapan saja sesuka hati, solusi dari pada hal itu adalah banyak melakukan tindakan yang nyata dan memperbanyak amal shaleh.
Sedangkan bersiap-siap dengan amal shaleh sebelum tiba kematian adalah hal yang baik dan suatu keharusan. Menganggap dunia sebagai hal yang bisa dilakukan kapan hari, bersegera serta berusaha untuk perkara akhirat, Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam  bersabda:
(إعمل لدنيك كأنك لاتموت أبدا، واعمل لآخرتك كأنك ميت غدا)
Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau tidak akan mati selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mayyit besok,
Bekerja untuk kebaikan dunia masih bisa dilakukan kapan saja, tidak bisa sekarang masih ada besok, gagal sekarang masih bisa dibenahi dan diperbaiki kapan hari, hingga akhirnya berhasil. Beramal untuk akhirat lakukan sesegera mungkin tidak perlu menunda, lakukan sekarang tidak usah menunggu besok, karena manusia tidak tahu jangan-jangan ajalnya sebentar lagi.

Golongan-golongan Thulul ‘Amal ada tiga:
Pertama: As-Saabiqun dari para Anbiya’ dan As-Shiddiqin, pada asalnya mereka tidak memiliki thulul amal karena mereka selalu merasa akan mati dan ajalnya sudah dekat, otomatis mereka selalu mempersiapkan dirinya untuk perkara akhiratnya, meninggalkan kesibukan dunia secara total kecuali hanya beberapa kebutuhan dunia untuk dirinya dan orang-orang yang ada ditanggungannya,
Kedua: Muqtashid dari para orang-orang terpilih dan orang-orang shaleh, mereka mempunyai angan-angan tapi tidak sampai melalaikan dirinya untuk selalu mengingat Allah SWT, mendarmakan dunianya untuk jalan menuju Allah dan tidak tertipu terhadap gemerlap duniawi. hanya saja mereka tidak diberi kekuatan seperti golongan pertama dalam terus menerusnya mengingat mati, seandainya mereka terus menerus mengingat mati tekadang akan membuatnya tertinggal dari hal-hal yang terkait dengan penghidupannya sehari-hari dan terkadang juga menyebabkan melalaikan akhirat, perlu digarisbawahi bahwa terus-menerus mengingat  kematian adalah hal yang agung yang tidak bisa dimiliki atau dipikul kecuali oleh mereka yang mempunyai sifat kenabian dan As-Shiddiqiyah yang sempurna, dari sisi ini bisa dikatakan bahwa sebagian dari Thulul ‘Amal adalah Rahmat ( kasih sayang) dari Allah SWT.
Ketiga: orang yang tertipu yang teramat panjang angan-angannya sehingga melupakan perkara akhirat dan melalaikan perkara kematian dan cinta dunia (Hubbud Dunya).
Lupa dan berpaling atas perkara akhirat secara total mementingkan dan menyibukkan diri terhadap masalah keduniaan terkadang disebabkan adalah Thulul ‘Amal seperti yang disebutkan, tapi juga terkadang disebabkan keraguan tentang adanya akhirat, dan bimbang bahwa akhirat adalah hak – Wal Iyadu Billah – karena hal ini termasuk dari salah satu bentuk “kufur” pada Allah dan rasul-Nya.
Ciri-ciri yang bisa membedakan antar orang yang terlupa dan lalai  akan akhirat karena Thulul ‘amal dan Ragu terhadap adanya akhirat itu sendiri, pertama jika orang yang lalai karena thulul amal tatkala sakit atau berada pada posisi yang membuatnya akan mati dia akan selalu dan sering mengingat akhirat, menyesal karena telah meninggalkan perbuatan-perbuatan baik, dan berharap agar diberi kesembuhan atau diselamatkan supaya bisa berbuat amal shaleh. Kedua orang yang lalai karena ragu ketika sakit atau berada pada posisi yang disebutkan tadi tidak tampak penyesalan didirinya tapi yang tampak adalah penyesalan karena akan berpisah dengan dunia.

Qhishorul Amal
Qishorul ‘Amal adalah kebalikan dari thulul amal, dengan sendirinya orang yang Qhishorul amal akan sering mengingat mati, selalu berusaha berbuat baik, meninggalkan perkara-perkara yang percuma dan kemalasan serta zuhud (tidak terikat dengan perkara dunia), bersemangat untuk pekerjaan akhirat, selalu bergegas dalam hal tobat dan mengembalikan segala perkara pada Allah SWT, ketika mendapat nikmat mengucapkan Alhamdulillah ketika tertimpa musibah mengucapkan Inna Lillah, karena pada dasarnya kalimat Alhamdulillah dan Inna Lillah adalah dua kata yang berbeda tapi satu maksud yaitu mengembalikan semua perkara pada Allah semata.
 Terkait dengan kezuhudan banyak diantara kita yang salah persepsi, mengartikan zuhud sebagai tindakan menjauh dari perkara dunia dengan segala bentuknya, sedangkan hakikat zuhud itu sendiri adalah tidak terikat dan tidak tergantungnya seorang hamba pada dunia, kita lihat Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam beliau adalah orang kaya-raya, bahkan suatu hari beliau punya tumpukan emas, Sayyidina Abbas yang tubuhnya paling kekar dari sekian sahabat tidak mampu untuk mengangkatnya, pada saat itu juga Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam membagi-bagikan harta itu sampai habis, terkait dengan prinsip kehidupan beliau yang tidak mau menyimpan harta untuk besok, adapun kehidupan beliau sehari-hari memang tidak tergolong mewah bahkan dibawah itu, namun gaya hidup seperti ini adalah pilihan Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri karena beliau ingin hidup miskin, seperti do’anya
Ya allah jadikanlah aku orang miskin, mati dalam keadaan miskin, dan dikumpulkan dengan golongan-golongan miskin.
Walau kehidupannya yang seperti ini abuya As sayyid Muhammad berkata orang yang berkata Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam  miskin hukumnnya adalah “kafir”
Sebuah angan-angan perlu diimbangi dengan langkah kongkrit dan do’a, sudah barang tentu langkah dan do’a itu akan menjadi harapan kita, cepat atau lambat harapan itu bisa terwujud di masa depan yang cerah nanti sesuai janji Allah bahwa semua do’a yang dimohonkan pada-Nya akan diijabahi. 
"Tulisan ini boleh disebar luaskan dengan tetap mencantumkan alamat blog"
Disarikan dari taklim Abina KH. M. Ihya’ Ulumiddin dan berbagai sumber
Hidayatulloh sholeh     
 

Hadirilah rutin pengajian selosoan
Hari: setiap selasa
Jam: ba’da ashar (15:30)
Oleh Abina KH. M. Ihya’ Ulumiddin 
di Ma'had Nurul Haromain 
Jln. Brigjen Abdul Manan Wijaya No. 141 Ngroto Pujon Malang Jatim
          

1 komentar:

  1. The best casino games you can play at a local NJ casino
    When you play on the 삼척 출장샵 New Jersey 대전광역 출장마사지 online gambling market, you have 공주 출장안마 many 영주 출장안마 options, from the selection of 고양 출장샵 games like blackjack, roulette,

    BalasHapus